Kepemilikan tanah di Indonesia masih menjadi topik yang kompleks. Meski berbagai upaya telah dilakukan untuk memperkuat tata kelola pertanahan nasional, nyatanya hingga tahun 2023, Kementerian ATR/BPN mencatat baru sekitar 64% dari total 126 juta bidang tanah yang telah terdaftar resmi (Sumber: pastibpn.id). Banyak masyarakat masih mengandalkan dokumen non-sertifikat, seperti girik atau hanya AJB, tanpa memahami perbedaan legalitas dan konsekuensinya.

Bagi yang tengah berencana membeli, menjual, atau mewarisi tanah, memahami perbedaan antara AJB, SHM, dan Sertifikat Girik sangat penting. Artikel ini akan membahas secara mendalam ketiga dokumen tersebut, mulai dari definisi, kekuatan hukum, hingga risikonya.
Apa Itu AJB (Akta Jual Beli)?
Akta Jual Beli (AJB) adalah dokumen legal yang menyatakan telah terjadi transaksi jual beli tanah atau bangunan antara dua pihak. Dokumen ini dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan ditandatangani di hadapan kedua belah pihak.
Legalitas dan Fungsi AJB
Meski sah secara hukum sebagai bukti peralihan hak, AJB bukan bukti kepemilikan tanah. AJB hanya menjadi dasar untuk mengurus proses balik nama di Kantor Pertanahan agar sertifikat atas nama pemilik baru bisa diterbitkan.
Syarat Pembuatan AJB
- Identitas penjual dan pembeli
- Sertifikat asli tanah
- Bukti pelunasan pembayaran
- Bukti lunas PPh dan BPHTB
- Surat persetujuan pasangan (jika harta bersama)
- Verifikasi keabsahan tanah dari BPN
Jika tanah belum bersertifikat, misalnya hanya berupa girik, AJB tetap dapat dibuat, tetapi proses sertifikasi harus ditempuh lebih lanjut.
Apa Itu SHM (Sertifikat Hak Milik)?
Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh BPN sebagai tanda bukti kepemilikan paling kuat atas sebidang tanah. SHM memberikan hak penuh kepada pemilik untuk menggunakan, mengalihkan, atau menjadikan tanah sebagai agunan.
Ciri dan Keunggulan SHM
- Diterbitkan oleh BPN dan tercatat secara nasional
- Berlaku seumur hidup dan tidak memiliki masa kedaluwarsa
- Bisa diwariskan, dijual, digadaikan, atau disewakan
- Memberikan perlindungan hukum maksimal
SHM hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan tidak berlaku untuk badan hukum atau WNA.
Cara Mendapatkan SHM
- Melalui konversi dari dokumen lama (AJB, Girik, Petok D)
- Lewat program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)
- Pengajuan langsung ke Kantor Pertanahan dengan menyertakan dokumen kepemilikan, KTP, dan bukti pajak
Apa Itu Sertifikat Girik?
Girik atau juga dikenal sebagai Surat Keterangan Tanah (SKT) adalah bukti penguasaan tanah adat yang diterbitkan oleh kelurahan atau desa. Dokumen ini bersifat administratif dan mencerminkan status penguasaan, bukan kepemilikan secara hukum negara.
Karakteristik Girik
- Tidak diterbitkan oleh BPN
- Tidak tercatat dalam peta bidang nasional
- Biasanya digunakan untuk lahan warisan atau tanah yang belum bersertifikat
Meskipun banyak dimiliki masyarakat, tanah dengan status girik rawan sengketa karena tidak memiliki perlindungan hukum kuat.
Risiko Memiliki Tanah Girik
- Tidak dapat dijadikan agunan bank
- Potensi tumpang tindih klaim dengan pihak lain
- Transaksi jual beli memerlukan verifikasi lebih ketat
- Rentan konflik karena tidak terdaftar resmi
Jika tanah girik hendak dialihkan kepemilikannya atau ditingkatkan legalitasnya, proses sertifikasi melalui BPN menjadi langkah wajib.
Perbandingan AJB, SHM, dan Girik
Berikut ringkasan perbandingan ketiganya:
Aspek | AJB | SHM | Girik |
---|---|---|---|
Penerbit | PPAT | BPN | Kelurahan/Desa |
Status Legalitas | Bukti peralihan hak | Bukti kepemilikan tertinggi | Bukti penguasaan |
Bisa Dialihkan | Ya, dengan sertifikasi | Ya | Ya, tapi butuh legalisasi |
Dapat Jadi Jaminan | Tidak langsung | Ya | Tidak |
Risiko Sengketa | Sedang | Rendah | Tinggi |
Validitas Nasional | Tidak | Ya | Tidak |
Kenapa Harus Punya SHM?
SHM merupakan bentuk pengakuan negara tertinggi atas kepemilikan tanah. Tanah yang telah disertifikasi secara resmi lebih aman secara hukum, lebih mudah dialihkan, dan memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Selain itu, proses jual beli, hibah, atau warisan akan lebih sederhana jika tanah telah bersertifikat.
Kementerian ATR/BPN mendorong masyarakat untuk segera mensertifikatkan tanah melalui program PTSL atau jalur mandiri, demi mengurangi sengketa lahan dan mempercepat pemerataan aset di tengah masyarakat.
Perbedaan antara AJB, SHM, dan Girik bukan hanya soal istilah, tetapi menyangkut kekuatan hukum dan pengakuan negara. SHM adalah bentuk kepemilikan legal yang paling kuat dan sah. Sementara AJB hanya menjadi alat bukti peralihan hak, dan girik merupakan bukti administratif yang belum menjamin kepemilikan sah.
Pemilik tanah dengan dokumen AJB atau girik disarankan segera mengurus proses sertifikasi ke SHM untuk menghindari risiko di kemudian hari. Legalitas tanah yang kuat bukan hanya melindungi hak, tetapi juga membuka peluang ekonomi yang lebih besar.
Tinggalkan komentar